SmartNews, Tapteng – Raja Bonaran Situmeang sempat tersenyum setelah mendengar tuntutan 8 tahun penjara terhadap dirinya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Sibolga, Senin (27/5/2019).
Puluhan pengunjung persidangan juga sempat berteriak setelah mendengar tuntutan itu. “Uuuu..hidup Bonaran,” teriak para pengunjung persidangan tersebut.
Keluar dari ruang sidang, mantan Bupati Tapanuli Tengah itu menanggapi tuntutan JPU.
“Ini benar-benar aneh menurut saya. Jaksa itu kan menuntut itukan demi keadilan. Ini untuk keadilan. Seharusnya dia harus berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan. Kalian dengar tadi, ini adalah dakwaan ditambah dengan keterangan Yessi, keterangan Jhon Selter, keterangan Abdul Basir Situmeang,” uja Bonaran Situmeang kepada wartawan sambil menunjukkan berkas tuntutan.
“Tanggal 10 akan saya jelaskan apa yang dimaksud dengan TPPU,” beber Bonaran.
Menurut Bonaran, tuntutan yang dibacakan JPU tidak berdasarkan fakta persidangan.
“Percuma kita lakukan persidangan kalau begini. Kalau dia hanya mengulang. Tuntutannya adalah pengulangan daripada dakwaan untuk apa kita mengajukan persidangan. Orang semua disumpahin-disumpahin, tapi tidak dibuat di sini. Ini JPU nya hanya mengambil kembali, mengcopy paste dakwaan, dan ditambah sedikit-sedikit yang lain,” ungkap Bonaran.
Kepada wartawan, Bonaran pun menyampaikan agar menunggu pembelaannya pada sidang berikutnya.
“Saya harus bebas. Nanti saya kasih tau sama anda (wartawan,red), tunggu pembelaan saya ya. Saya tidak buka, ini rahasia saya,” sebutnya.
Sebagaimana dalam persidangan, JPU menuntut 8 tahun penjara Raja Bonaran Situmeang dan dan denda Rp1 Miliar, subsider kurungan 1 tahun.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi di persidangan, bahwa terdakwa memenuhi unsur melakukan tindak pidana pencucian uang dalam penerimaan CPNS Pemkab Tapteng Tahun 2014, sewaktu terdakwa menjabat Bupati Tapanuli Tengah,” kata Syahrul Effendi Harahap selaku JPU saat membacakan tuntutan terhadap terdakwa Bonaran.
Syahrul menjelaskan, bahwa Bonaran dengan sengaja menghilangkan asal usul uang yang diterimanya dari penerimaan CPNS Pemkab Tapteng. Padahal terdakwa tahu bahwa dirinya tidak punya kompeten untuk bisa meluluskan CPNS.
Selain itu juga Syahrul, bahwa Bonaran membeli lahan di depan SPBU Pandan dan Pulau Ungge yang sumber uangnya diduga dari penerimaan CPNS.
“Untuk menghilangkan asal usul uang penerimaan CPNS itu, terdakwa menyuruh Efendi Marpaung yang merupakan penghubung pelamar CPNS dengan Bonaran untuk mentransfer uang ke rekening Farida Hutagalung dengan keterangan untuk membeli alat berat,” sebut Syahrul.
Dengan demikian sebut Syahrul, total uang yang diterima Bonaran baik itu melalui rekening Farida Hutagalung dan diserahkan langsung kepada Bonaran melalui ajudannya sebesar Rp 1,2 miliar, untuk delapan orang peserta ujian CPNS.
“Namun setelah pengumuman CPNS, tidak satu pun dari delapan orang yang diurus Efendi Marpaung lulus CPNS,” bebernya.
Dengan demikian lanjut JPU, berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi serta bukti-bukti di persidangan, maka terdakwa Raja Bonaran Situmeang memenuhi unsur dan terbukti melanggar Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010, tentang tindak pidana pencucian uang.
“Untuk itu JPU menuntut terdakwa Raja Bonaran Situmeang 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 1 tahun kurungan,” tegas Syahrun yang membacakan tuntutannya.
Sambung JPU lagi, bahwa tidak ada hal-hal yang dapat meringankan terdakwa. Sedangkan yang memberatkan, terdakwa Raja Bonaran Situmeang tidak mengakui perbuatannya, dan pernah menjalin hukuman.
Terkait tuntutan dari JPU, Ketua Majelis Hakim Martua Sagala didampingi hakim anggota, Obaja Sitorus dan Marolop Bakkara, meminta tanggapan dari terdakwa apakah dapat menerima tuntutan atau melakukan pembelaan.
“Baik yang mulia, saya bersama dengan penasehat hukum saya akan melakukan pembelaan terkait tuntutan dari JPU,” jawab Bonaran.
Guna mempersiapkan pembelaan terhadap tuntutan dari JPU, Majelis Hakim memberikan waktu 2 minggu. Dan sidang akan dilanjutkan pada 10 Juni 2019. (red)