JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi II Masinton Pasaribu menyampaikan kronologis kejadian penolakan terhadap dirinya secara detail saat mendaftar ditolak oleh KPU Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Selasa, (10/09/2024) hingga Rabu (11/09/2024) subuh yang disiarkan secara langsung di TV Parlemen.
“Tadinya di sana (Tapteng) calon tunggal, KPU sudah membuka pendaftaran sampai tanggal 4 September. Saya ceritakan kronologisnya dulu. Kemudian datang pasangan calon (Paslon), kebetulan oleh partai saya ditugaskan ke Tapteng. Yang membuka undangan itu KPU, kita datang mendaftar, kemudian dalam proses pendaftaran itu tidak diterima,” ungkap Masinton.
Yang menjadi catatan, lanjut Masinton, tidak diterima alasannya apa? Alasan Silon, katanya Silon. Kemudian kita sudah datang dengan fisik lengkap dengan syarat segala macam, sebagai syarat untuk pendaftaran selalu alasan Silon.
“Jawaban mereka selalu pokok e Silon. Kita kan berargumen itu sama orang yang berargumen. Kalau bicara sama orang yang pokok e kita nggak mungkin berargumen karena sudah punya sikap pokok e dan sikap itu sifat politis, nanti silahkan diperiksa. Selanjutnya kita meminta satu berkas bahwa kita sudah datang mendaftar, namun tidak ada berkas apapun diberikan sehingga kita sampai jam 2.38 tidak ada satu pun berkas diterima bahwa kita sudah datang mendaftar, selain daftar absen, sehingga dokumen yang kita bawa ini tidak diterima,” beber Masinton.
“Dari berbagai seluruh aturan kita bisa berdebat tentang aturan itu. Namun kalau di sana (Tapteng) kita tidak bisa berdebat tentang aturan karena sudah pokok e. Pokok e tidak diterima itu berkas. Jadi KPU dan Bawaslu agar ini menjadi atensi bahwa ternyata ada di pojok-pojok Republik ini, anggota KPU itu bertindak semena-mena dan bertindak membegal suara rakyat, padahal dilihat anggarannya mencapai lebih kurang 1,3 Triliun untuk KPU Kabupaten/Kota begitu pun dengan Bawaslu,” sambungnya.
“Jangan sampai anggaran 1,3 Triliun ini yang digunakan dengan menggunakan pajak rakyat, dengan kualitas seperti itu. Bayangin, yang datang itu kita, bukan minta diistimewakan. Maksud saya, yang datang itu kita yang ngerti aturan itu dan semua aturan perundang-undangan produk PKPU itu dikonsultasikan di DPR. Kita yang datang dan membuat aturan itu, dengan personil KPU di Tapteng udah ambil pokok e dan pokok e,” lanjut Masinton.
Tentunya, kata Masinton, ada beberapa poin yang sesungguhnya yang bisa perdebatkan di situ nantinya.
“Saya mau menyampaikan tentang perilaku KPU di Tapteng itu dan saya minta agar KPU pusat mengambil alih, karena sudah tidak professional, pemenuhan azas dalam penyelengaraan Pemilu oleh KPU tidak lagi memenuhi azas itu. Untuk itu, tugas KPU Tapteng harus diambil alih KPU Pusat,” katanya.
“Jangan sampai kemudian persoalan KPU, Pemilu di daerah yang langsung berhubungan emosional masyarakat. Itu kalau tidak kita tahan malam itu, KPU itu gedungnya sudah dibakar, bukannya saya mengancam, namun begitu kejadiannya, namun kita masih bisa cegah. Ini adalah pelanggaran yang menurut saya yang tidak bisa didiamkan lagi,” ungkap Masinton seraya mengingatkan Komisioner KPU Pusat August Mellaz untuk mengangkat teleponnya ketika ditelpon, karena ada yang mau ditanyakan dan bisa berkonsultasi menanyakan yang menandakan sebagai mitra Komisi II, sebab kalau tidak bisa berkonsultasi untuk apa fungsinya bermitra, ada yang urgent dengan situasi KPU yang harus disikapi terkait penyelenggaraan Pemilu di daerah dan bagaimana kualitas Pemilu di daerah tersebut.
“Saya tidak perlu berbicara tentang teknis, namun saya ingin KPU Pusat mengambil alih tugas KPU Tapteng. Kalau langkah tentang tadi pelanggaran apa segala macam, jangankan DKPP, perilaku begini saya enek bangat, itu unsur Pidananya juga harus di Pidanakan itu orang. Nggak bisa orang yang berperilaku seperti itu dan itu terjadi buat teman-teman KPU. Kalau tadi kita bicara tentang konsolidasi demokrasi, bagaimana kita beranjak ke demokrasi substansial prosedural formalnya saja kita tidak pernah penuhi itu,” ucap Masinton.
Dalam rapat itu, Masinton mengusulkan terhadap beberapa daerah yang Pilkada bermasalah dalam proses perpanjangan di pendaftaran diminta supaya dimasukkan dalam usulan agar diatensi dan supervisi oleh KPU karena juga ada bertentangan dalam PKPU No.8 dan PKPU No.10. Prinsipnya dalam PKPU No.10 karena setelah putusan MK keluar, maka diperbolehkan dalam pasal 135 b isinya partai politik peserta Pemilu atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang telah diterima pendaftarannya dapat mendaftarkan kembali pasangan calonnya dengan komposisi partai politik peserta Pemilu atau gabungan partai politik peserta Pemilu berbeda.
“Ini harus diperjelas ke KPU di daerah apalagi menyangkut tentang Paslon tunggal. PKPU No.10 ini kan mengatasi calon tunggal. Jadi yang perlu saya sampaikan adalah agar KPU dan Bawaslu mohon diatensi di Tapteng, karena kalau KPU di Tapteng tidak ditindak dengan benar dan KPU Pusat tidak bertindak tegas, maka tidak berkontribusi terhadap situasi pembegalan suara rakyat di Tapteng,” tutup Masinton. (ren)