SmartNews, Tapteng – Mantan Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang mengirim surat ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Surat tersebut tertanggal (10/6/2019) ditujukan kepada Jokowi melalui Asisten Deputi Pengaduan Masyarakat, Deputi Bidangt Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan.
Dalam surat yang diperoleh SmartNews dengan perihal: Program Revolusi Mental Presiden RI, Gagal di Kejaksaan Negeri Sibolga.
Mengawali suratnya, Bonaran Situmeang menerangkan bahwa ia sedang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Sibolga karena sedang mengikuti proses persidangan atas perkara yang disebutnya tidak pernah ia lakukan.
“Melalui surat ini menghadap yang terhormat Presiden RI Bapak Joko Widodo,” tulis Bonaran.
Dalam suratnya, Bonaran menyampaikan soal program Presiden Jokowi ketika pertamakali menduduki jabatan Presiden yang menggelorakan harus melaksanakan revolusi mental. Seluruh rakyat Indonesia bangga dan sangat berharap adanya perubahan mental yang terjadi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam melayani masyarakat.
“Masyarakat Indonesia sangat berharap kiranya perubahan mental tersebut harus terjadi secara cepat dan signifikan dan berharap perubahan mental tersebut seharusnya tidak hanya berlaku bagi ASN tetapi sangat diharapkan juga berlaku bagi aparat penegak hukum yang dikenal dengan istilah MAHKEJAPOL (Mahkamah Agung, Kejaksaan dan Kepolisian),” kata Bonaran dalam suratnya.
Lanjutnya, bahwa penangkapan dirinya oleh penyidik Polda Sumatera Utara sangat tragis. “Karena saya tidak pernah sebelumnya dipanggil oleh penyidik untuk memberikan keterangan sebagai tersangka atas kejadian tersebut,” terangnya.
“Saya juga tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan atau yang disangka kan oleh penyidik Polda Sumatera Utara dan penyidik Polda Sumatera Utara tidak memiliki dua alat bukti sebagaimana yang diatur oleh ketentuan yang berlaku untuk membuat saya sebagai tersangka, atas keadaan tersebut saya sudah menyurati kepada institusi yang berwenang, antar lain Kapolri dan Propram, ternyata pengaduan saya itu tidak digubris sama sekali,” ungkap mantan Bupati Tapteng 2011-2014 itu.
Setelah seluruh upaya hukum yang saya lakukan tidak digubris maka permasalahan saya disidangkan di Pengadilann Negeri Sibolga yang terdaftar dalam register perkara no.51/Pid.B/2019/PN.Sbg dan sidang tersebut mendapat antusias dari masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Karena perkara ini mendapat perhatian dari khalayak ramai sampai akhirnya Komisi Yudisial melakukan pemantauan atas persidangan saya tersebut. Selanjutnya pada Senin 27 Mei 2019 yang lalu dilakukan penuntutan terhadap saya dengan tuntutan 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar, subsider satu tahun kurungan.
Laporan pengaduan saya ini, selain karena tuntutan terhadap diri saya yang bombastis juga karena adanya kejanggalan dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) No. Perk : PDM-10/Ep.1/02/2019. Dimana jika dibandingkan antara surat tuntutan tersebut dengan surat dakwaan maka kita temukan bahwa uraian yang ada dalam surat tuntutan tersebut sama dengan yang ada dalam surat dakwaan adalah hasil kesimpulan dari berita acara penyidikan (BAP), sedangkan surat tuntutan adalah hasil dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa yang lahir atau muncul dipersidangan, sehingga seharusnya tidak mungkin sama persis antara surat tuntutan dan surat dakwaan tersebut.
Kesamaan surat tuntutan dengan surat dakwaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.Bahwa sehubungan dengan tuntutan JPU yang menyatakan yang terbukti adalah dakwaan ketiga maka dakwaan kesatu atau dakwaan kedua tidak terbukti maka yang saya bandingkan antara tuntutan dengan dakwaan adalah antara tuntutan dengan dakwaan ketiga.
b.Bahwa tuntutan JPU dalam surat tuntutan pidana No.Perk.Reg.PDM-10/Ep.1/02/2019 adalah merupakan copy paste (sama persis) dengan dakwaan ketiga.
Dibaca pada akhir suratnya, Raja Bonaran Situmeang menyampaikan kepada Presiden Jokowi, bahwa sikap JPU tidak sungguh-sungguh mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dalam tuntutannya.
“Kelihatannya karena mereka kurang dapat pembinaan dari Kepala Kejaksaan Negeri Sibolga Timbul Pasaribu. Seharusnya Timbul Pasaribu sungguh-sungguh melakukan pembinaan terhadap bawahannya sehingga Revolusi Mental yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi dapat berhasil,” jelas Bonaran dalam isi suratnya.
“Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, sudilah kiranya Bapak Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo melakukan melakukan tindakan yang tegas terhadap JPU yang menangani perkara saya, dan Kepala Kejaksaan Negeri Sibolga yang tidak melaksanakan program Revolusi Mental di Kejaksaan Negeri Sibolga dan jajarannya,” pinta Bonaran kepada Presiden Jokowi dalam isi suratnya.
Surat yang dikirim ini ditandatangani Raja Bonaran Situmeang dan ditembuskan kepada Jaksa Agung RI, Komisi Kejaksaan Agung RI di Jakarta, kemudian kepada Bidang Pengawasan Pada Kejaksaan Agung RI, Kejati Sumut di Medan serta kepada Kejari Sibolga di Sibolga. (snt)