SmartNews, Tapanuli – Diduga usai mengonsumsi mi tek-tek milik satu pedagang di Pasar Inpres Aek Habil Sibolga, sebanyak 15 warga, keracunan pada Sabtu (6/6/2020).
Kepada wartawan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Sibolga, Firmansyah Hulu mengatakan, ke 15 tersebut pada hari itu juga langsung dievakuasi di dua rumah sakit di Kota Sibolga yakni, RSUD FL Tobing dan rumah sakit Metta Medika Sibolga.
“Namun dua orang dari 15 korban, sore itu juga diperbolehkan pulang dan rawat jalan,” kata Firmansyah Hulu, Minggu (7/6/2020).
Dinas Kesehatan Sibolga langsung meninjau tempat jualan pedagang dan rumah tempat pengolahan mi tek-tek pedagang tersebut di Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), untuk mencari tahu dan membuktikan kebenaran apakah benar ke 15 warga itu keracunan akibat mengonsumsi mi tek-tek.
Dikatakan, dari 15 orang korban, 5 diantaranya berusia 0-5 tahun (balita), 3 orang berusia 5-10 tahun, 2 orang berusia 11-15 tahun, dan 5 orang dewasa berusia di atas 15 tahun.
Disebutkan bahwa setelah 2 jam makan mie tek-tek, ke 15 orang tersebut saat itu langsung merasakan mual, muntah, sakit kepala, dan diare.
“Kondisi kesehatan mereka sudah berangsur membaik, begitu juga tidak ada data pertambahan korban,” jelas Firmansyah.
Menurut Firmansyah, berdasarkan hasil peninjauan di lokasi tempat penjualan mi tek-tek dan juga ke rumah produksi mi tek-tek milik pedagang tersebut, Firmansyah mengaku bahwa mi tek-tek pedagang tersebut telah terkontaminasi bakteri Staphylococcus Aureus, yang bersumber dari lokasi pengolahan makanan milik pedagang mi tek-tek itu.
Sekalipun pengolahannya dilakukan satu hari sebelumnya dan disimpan di kulkas sebelum dipasarkan ke konsumen pada pagi hari keesokan harinya.
“Lokasi pengolahannya memang terlihat kurang layak dari sisi higenitas dan sanitasinya. Bahkan anak dari pedagang mie tek-tek itu juga ikut kena,” sebutnya.
Firmansyah pun mengimbau seluruh pedagang makanan di Kota Sibolga agar meningkatkan higenitas dan sanitasi dalam mengolah makanan. Tidak sebatas mengutamakan keuntungan (profit) daripada aspek keselamatan.
Begitu juga diimbau untuk tidak menggunakan bahan tambahan makanan berbahaya seperti boraks.
“Itu syarat utama atau syarat pokok untuk bisa menghasilkan makanan layak konsumsi bagi masyarakat, supaya jangan terulang kejadian yang sama,” pungkasnya. (ril)