Foto: Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Humbahas.
DOLOKSANGGUL – Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Humbahas Martahaan Panjaitan mengaku pembayaran koran yang dilakukan sekolah tingkat SD, dan SMP adalah sesuai harga yang telah ditetapkan masing-masing sekolah di Standar Satuan Harga (SSH) Kabupaten Humbahas. Dimana sebelumnya harga tersebut sesuai kesepakatan antara pihak sekolah dengan loper koran.
“Dari kesepakatan itulah kita dari dinas pendidikan meng-upload ke SSH,” ujar Martahaan didampingi Sukardi staf bagian dapodik, Jumat (16/6/2023) di ruang kerjanya.
Sebelumnya, tercatat sejumlah SD dan SMP telah melakukan pembayaran koran sesuai sistem yang telah ditetapkan itu. Adapun harga yang telah ditetapkan itu bervariasi, mulai Rp2.700 hingga Rp3.200 per eksemplar. Kebijakan ini pun menuai protes dari sejumlah wartawan, loper koran dan agen. Mereka menilai, harga yang menjadi acuan sekolah dari SSH tidak lagi sesuai pasaran dan jarak tempuh.
Namun menurut Martahaan, bahwa harga koran tercatat di sistim SSH merupakan atas pengajuan masing-masing sekolah ke dinas pendidikan. Dan itu pun, lanjut dia, diketahui dari harga koran yang telah tercatat di SSH adalah hasil kesepakatan sekolah dengan loper atau pengantar koran terlebih dahulu.
“Jadi, kami hanya mengupload ke SSH,” timpal Sukardi.
Dijelaskan Sukardi, SSH dilakukan atas dasar Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 22 tahun 2019 tentang standar satuan harga, harga satuan pokok kegiatan dan analisa standar belanja barang dan jasa. Dalam aturan tersebut, lanjut dia, pada pasal 5 ayat 1 bab III disebutkan, dalam hal barang dan/atau jasa serta harganya tidak terakomodir dalam peraturan bupati ini. Maka dipergunakan harga pasar dengan melakukan survey ke penyedia barang dan/atau jasa dimaksud atau dipergunakan harga wajar berdasarkan analisa teknis pekerjaan, dimana barang dan/atau jasa dibutuhkan dan ditetapkan oleh pengguna anggaran serta dilaporkan kepada bupati.
“Jadi, tidak ada disebutkan berapa harga koran per eksemplar di perbup dan itu sesuai harga pasar. Artinya, sebelum dimasukkan ke SSH, masing-masing sekolah membuat kesepakatan antara pengantar koran,” sambung Martahaan.
Sementara itu, Kepala SD Negeri 173397 Hottua Marbun, justru berbeda pendapat. Menurutnya pembayaran koran dilakukan mereka yang tercatat di SSH dan berdasarkan permohonan langganan koran. Dari permohonan langganan koran, lanjut dia, mereka dapat membayar koran dengan melihat dari SSH yang telah ditetapkan. Adapun harga yang telah ditetapkan itu bervariasi, mulai Rp2.700-Rp3.200 per eksemplar.
“Jadi kami membayar sesuai SSH, dan kami bayar dengan menghitung koran sesuai kesanggupan,” ucapnya.
Bahkan, kata dia, pembayaran ini juga dilakukan dalam setahun dua kali pembayaran per setengah semester. “Karena sudah itu acuannya, itu yang kami lakukan,” sambungnya.
Menanggapi itu, sejumlah wartawan yang meliput di Pemkab Humbahas menyesalkan kebijakan dinas pendidikan dan sekolah yang menerapkan pembayaran koran dari sistim SSH tersebut. Sebab, pembayaran koran dengan sistim itu tidak masuk akal. Bahkan, justru berbalik dengan petunjuk teknis dana BOS.
“Sangat kita sesalkan, dan ini menjadi pertanyaan kenapa dinas pendidikan mencampuri pembayaran koran sekolah dengan menerapkan SSH itu,” ungkap Bernardus, wartawan surat kabar lokal.
Dikatakan Bernadus, sejauh yang diketahuinya sekolah setiap tahunnya dapat membayar langganan koran dan majalah sesuai petunjuk teknis dari penggunaan anggaran dana BOS.
“Biayanya per eksemplar tidak ada disebutkan di juknis, dan tidak ada dilakukan sistim SSH. Jadi aneh juga sekolah membayar harus dari sistim SSH, sementara harga pasar koran berbeda-beda, beda harian, beda mingguan, dan beda majalah. Pembayarannya pun sesuai surat kabarnya, harian dibayar harian, mingguan dibayar mingguan, majalah yang sebulan dibayar sebulan,” ujarnya.
Menurutnya, seharusnya dinas pendidikan tidak mencampuri hak sekolah dalam pembayaran koran. Sebab, sekolah bekerja sudah mempunyai aturan dalam penggunaan dana BOS. Apalagi, hal ini akan berdampak buruk pemerintahan daerah.
“Ya, berdampaknya terhadap pemerintahan daerah, Bupati Dosmar Banjarnahor ini tidak lagi ingin bersahabat dengan perusahaan media pers. Karena, kita nilai membatasi media berapa eksemplar yang dapat masuk ke sekolah-sekolah di Humbahas ini,” ujarnya.
Senada disampaikan Firman Tobing, juga awak media. Menurutnya, keputusan dinas dan sekolah yang harus mengacu kepada SSH adalah miris. Hal ini sama saja bahwa dinas pendidikan tidak peduli dengan perusahaan media cetak.
Sebab, kata dia, pembayaran koran sistim SSH akan mematikan perusahaan media. Apalagi, bagi perusahan surat kabar media harian yang setiap hari terbit.
“Masa pembayaran koran surat kabar harian dibayar Rp2.700 hingga Rp3.200 per eksemplar. Jadi tidak dihitung jarak tempuhnya. Tidak dihitung harga satuan korannya,” ucapnya.
Sementara, lanjut dia, dari Perbup Himbahas Nomor 22 tahun 2019 pada ayat 2 pasal 5 bab III disebutkan, jika harga barang dan/atau jasa yang dipengaruhi oleh jarak tempuh dan tidak terakomodir dalam peraturan bupati ini, dapat dilakukan analisa kebutuhan barang dan/atau jasa sebagai pembentuk harga atau biaya dan ditetapkan oleh pengguna anggaran serta dilaporkan kepada bupati.
“Kalau masuk kita ke ayat 2, berarti harga koran per eksemplarnya, pasar, dan jarak tempuh kemudian ditetapkan pengguna anggaran,” tegas Firman seraya berharap agar kepala daerah meluruskan polemik aturan tersebut. (DS)