TAPTENG – Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Masinton Pasaribu mengaku merasa aneh dengan tingkah laku sejumlah anggota DPRD Tapteng melapor ke Kejatisu atas dugaan penggunaan anggaran P-APBD 2025 yang belum disahkan.
“Baru kali ini nih, hanya terjadi di Tapteng, DPRD-nya ngelaporin bupati, ngelaporin OPD. Gak ada di republik ini yang seperti itu, bapak-ibu,” kata Masinton Pasaribu di acara rakor dan dialog Forkopimda di GOR Pandan, Kamis (04/09/2025).
Masinton Pasaribu menegaskan, dia tidak akan mau disetir dan mengikuti kemauan siapa-siapa, kecuali kemauan rakyat Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Apa pun itu risikonya. Mau diinterpelasi, mau diangket. Baca buku dulu, baca undang-undang dulu, gitu lho,” katanya.
Menurut Masinton, syarat interpelasi dan hak angket itu adalah terkait kebijakan pemerintah yang penting, strategis dan berdampak pada kehidupan masyarakat banyak.
“Jadi, jangan mudah ngomong, kami akan hak angket, kami akan interpelasi. Yaelah, ya mbok baca undang-undang dulu nopo toh. Jangan asal ngomong, gitu lho,” katanya.
Masinton mengatakan, DPRD adalah mitra strategis pemerintah daerah. Kalau mau, bermitralah yang baik, jangan sentimen, jangan zalim karena kebencian, sehingga tidak bisa melihat dengan jernih.
“DPRD itu kolektif. Saya gak tahu, apakah yang lain ikut-ikutan di situ. Harusnya bersuara. Kalau atas nama fraksi mau melaporkan, silakan. Sehingga masyarakat tahu dan bisa melihat. Jangan apa-apa, atas nama DPRD,” sindirnya.
Masinton menegaskan, kalau sudah seperti ini, pihaknya bersama jajaran pemerintahan, sekda, bagian keuangan sudah menyiapkan skenario peraturan kepala daerah (Perkada).
Dia mengaku tidak akan ada kompromi, kalau DPRD tidak mau membahas P-APBD Tapteng 2025 dan terus berupaya mengganggu.
“Kita buatkan Perkada. Saya gak ada kompromi dengan DPRD hari ini kalau mereka ganggu-ganggu. Kerja saja bikin Perda tuh, bukan RDP-RDP-RDP, cuma pengawasan aja,” kata Masinton.
Produk DPRD adalah membuat Perda yang menjadi payung hukum atau aturan untuk mengatur daerah. Kalau DPR RI, tugasnya membuat undang-undang, karena itulah payung hukumnya.
“Ketika saya di DPR RI, kalau kami rapat membahas satu persoalan atau isu, kami harus kumpulkan seluruh bahan dan data. Bahkan kami undang ahli, pakar, dan akademisi. Kemudian kami bedah,” katanya.
Sehingga menguasai seluruh persoalan dan mengetahui apa yang hendak disampaikan, solusi apa yang harus diberikan kepada negara dan pemerintah. Karena tujuannya, untuk menata dan membangun.
“Jadi gak asal ngomong, gak asal berkesimpulan. Tiba-tiba bupati, kepala OPD dilaporin. Gimana tuh, gak ada di republik ini,” katanya.
Masinton kemudian mengungkap, pernah melaporkan persoalan tata kelola Pelindo ke KPK. Basisnya, ketika mereka melihat ada yang sistemik itu di situ. “Ada potensi korupsi di sana, potensi penyelewengan, dan itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan sistemik,” katanya.
Mekanismenya, bukan ujug-ujug lapor ke kejaksaan atau KPK. Selaku anggota DPR, pihaknya meminta BPK dan BPKP sebagai lembaga yang memiliki otoritas melakukan penghitungan untuk audit investigasi.
Bukan audit biasa, tetapi audit investigasi degan tujuan tertentu. Hasilnya kemudian dirapatkan, dan ternyata ada bukti penyimpangan atau penyelewengan berdasarkan proses audit tersebut.
“Itulah yang kemudian menjadi dasar untuk disampaikan dalam konteks penyelamatan keuangan negara. Bukan karena sentimen, ujug-ujug laporin OPD, laporin bupati. Yaelah,” katanya. (ren)