Taiwan – Tahun ini adalah kali kedua bagi Herpianti boru Togatorop tidak merayakan Natal bersama keluarga di kampung halamannya di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara. Sebagai anak bungsu dari sepuluh orang bersaudara, Herpianti dikenal sebagai orang yang senang belajar.
Herpianti lahir dan besar di Humbahas. Ia sempat kuliah seminari di Kota Medan, namun akibat kekurangan biaya untuk bayar kuliah, akhirnya ia memutuskan untuk mencari pekerjaan.
Berkat informasi ia terima dari seorang teman tentang peluang bekerja di Taiwan, Herpianti lantas memberanikan diri berangkat ke Jakarta untuk melamar melalui sebuah agensi penyalur tenaga kerja ke Taiwan.
Setelah melalui tahap pelatihan dasar bahasa Mandarin dan keterampilan terkait pekerjaan, Herpianti pun berangkat ke Taiwan di tahun 2017 lalu. Ini merupakan pengalamannya pertama kali ke luar negeri dan bekerja di negeri Formosa yang juga dikenal sebagai Taiwan (nama resmi: Republic of China), sebuah Negara yang sempat familiar di telinga orang Indonesia lewat drama Meteor Garden.
Pengalamannya bekerja sebagai Pekerja migran di Taiwan dan tinggal di luar negeri pada beberapa bulan pertama tentu tidak semudah yang ia bayangkan.
Ia masih perlu banyak penyesuaian, sehingga tidak mudah untuk menjalaninya. Hal yang masih sangat diingat oleh Herpianti adalah kendala di bahasa. Sehingga untuk mengatasinya, di sela-sela jam istirahat pekerjaan atau setelah selesai bekerja, ia belajar sendiri bahasa Mandarin dengan sangat giat.
Untuk mengembangkannya, ia juga mendaftarkan diri di sebuah kursus belajar Mandarin yang diselenggarakan oleh sebuah perusahaan media cetak majalah Indonesia di kota Taipei.
Di samping kendala bahasa, hal lain yang menjadi tantangan sesaat baru tinggal di Taiwan adalah dari segi makanan. Masakan Taiwan sangat berbeda dengan masakan Indonesia. Masakan Taiwan lebih tawar dan tidak terlalu banyak bumbu dan tidak pedas. Sementara Herpianti sangat menyukai masakan yang sedikit asin, mengadung bumbu khas Indonesia, serta wajib ada sambal.
Kondisi tersebut menjadi kendala paling besar yang dialami Herpianti selama tinggal di Taiwan pada beberapa bulan pertama. Namun, kini Herpianti tak mengalami kendala lagi seama tinggal di Taipei, Taiwan.
Hal ini tidak terlepas cepatnya Herpianti beradaptasi. Di samping itu, di Taiwan sendiri ternyata terdapat banyak rumah makan Indonesia yang menjual masakan khas Indonesia, mulai dari masakan Padang, masakan Jawa, masakan Sunda, bahkan kepada masakan Kalimantan. Tambahan pula, di Taiwan ini, produk-produk Indonesia sangat mudah didapatkan di toko-toko grosir dengan harga yang hanya sedikit lebih mahal dari harga aslinya di Indonesia.
Dia mengakui sebagai pekerja migran di luar negeri tidak ada yang harus ditakutkan seperti yang ada dalam benak kebanyakan orang Indonesia yang identik dengan tindak kekerasan oleh majikan, pelecehan seksual oleh majikan, dan lain sebagainya.
“Tinggal dan bekerja di Taiwan sangat aman dan nyaman. Bahkan saya sangat merasakan kehidupan sosial masyarakat yang sangat teratur, di mana-mana orang Taiwan hidup dengan sangat disiplin, memiliki budaya antri dan tepat waktu dan orang berlomba-lomba untuk mengejar prestasi,” ungkapnya.
Menjelang akhir tahun 2018 ini, Herpianti pun berhasil menjuarai lomba pidato dalam bahasa Mandarin. Dalam pidatonya, ia memaparkan tentang kampung halamannya dan panorama indah Danau Toba.
Ia juga mengajak orang-orang Taiwan untuk datang berwisata ke Danau Toba dan melihat sisi kehidupan etnis Batak Toba yang juga masih satu rumpun dengan bangsa Austronesia, yang juga dapat ditemui di Taiwan karena merupakan suku penduduk asli Taiwan yang telah bermukim ratusan tahun lampau, yang bermigrasi dari Cina Selatan ke Pulau Formosa.
Kemampuan Herpianti berpidato dalam Bahasa Mandarin yang sangat fasih dan enak didengar ini, sangat memukau para dewan juri sehingga ia pun menyabet gelar juara pertama dengan hadiah uang tunai sebesar NT$ 20,000. Lomba ini didukung penuh oleh Pemerintah Kota Taipei bagian ketenagakerjaan.
Gelar juara ini ia persembahkan untuk keluarganya di Indonesia, khususnya di Tapanuli Utara sebagai hadiah Natal dan Tahun Baru 2019.
“Intinya, selain untuk bekerja demi mendapatkan uang, sebenarnya pekerja migran memiliki banyak peluang dan kesempatan yang untuk mengembangkan diri dan meraih prestasi,” kata perempuan mahasiswa aktif di Universitas Terbuka Taiwan jurusan Manajemen semester 2.
Herpianti juga pernah menyabet Juara 2 lomba busana adat favorit yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Universitas Terbuka Taiwan, Juara 1 Pelatihan Suster Profesional yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit Veteran Taipei.
Mengakhiri wawancara kami dengan Herpianti, ia ingin menyampaikan Ucapan Selamat Natal kepada seluruh keluarganya di tanah air, khususnya yang tinggal di wilayah Humbang Hasundutan (Humbahas) dan kepada Pemerintah Pusat Indonesia serta Pemerintah Daerah Kabupaten Humbahas.
“Natal di tanah rantau telah mengajari untuk memandang Natal dari sudut pandang yang berbeda. Natal bukanlah tentang perayaan yang gemerlap, melainkan Natal adalah sebuah peristiwa tentang penyertaan Allah atas kita umat manusia,”
“Apapun keadaan kita hari ini, entah kita merayakan Natal bersama dengan keluarga ataupun seorang diri, kiranya refleksi Natal sederhana ini boleh mengingatkan kita kembali untuk mengucap syukur atas kebaikan Allah dan meneruskan kebaikan itu kepada orang lain.
‘Sheng Dan Kuai Le’ ‘圣诞快乐’, Merry Christmas. Selamat Natal!
Penulis: Flemming Panggabean – (Alumni Taiwan, Dosen Universitas Nasional Karangturi Semarang).