Ranperda Prakarsa DPRD Samosir, Muncul Lembaga ‘Raja Bius’

foto
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Kabupaten Samosir, Bolusson Pasaribu. (Foto: DON)

SmartNews, Samosir – Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Kabupaten Samosir, Bolusson Pasaribu menyampaikan nota pengantar rancangan peraturan daerah (Ranperda). Isinya tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah ulayat Batak serta pemanfaatannya.

“Hormat dan terimakasih kepada seluruh anggota DPRD Kabupaten Samosir masa bakti 2014-2019, yang selama ini telah mencurahkan hati, tenaga dan pemikiran dalam mewujudkan pembangunan Kabupaten Samosir,” ujar Bolusson Pasaribu pada, sidang rapat paripurna penyampaian nota pengantar keuangan R-APBD tahun 2020 dan

Ranperda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah ulayat Batak dan pemanfaatannya di gedung DPRD setempat, kemarin.

Anggota DPRD dari fraksi Demokrat ini menambahkan, penyusunan Ranperda sebagai usul prakarsa DPRD Kabupaten Samosir. Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan hukum bagi masyarakat Samosir dalam pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah ulayat batak dan pemanfaatannya.

Ranperda usul prakarsa ini, sambung Bolusson, merupakan sejarah baru khususnya bagi DPRD Kabupaten Samosir periode 2014-2019.

Menurutnya, Ranperda ini merupakan satu-satunya Ranperda pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan ulayat di Provinsi Sumatera Utara.

“Nantinya Ranperda ini menjadi rujukan bagi pemerintah daerah maupun komunitas masyarakat hukum adat dalam memperjuangkan hak-hak adatnya,” kata Bolusson.

Anggota DPRD dari Dapil 4 ini menambahkan, pada Ranperda ini mengakomodir 2 (dua ) usulan masyarakat hukum adat yakni, masyarakat hukum adat lembaga pemangku tanah adat pomparan ompu Raja Ulosan Sinaga Boru, Bere/Ibebere Baneara dan masyarakat hukum adat himpunan masyarakat Pussu Tali Bius Janji Maria Parsanggul Baringi Pangulu Oloan.

“Kedua masyarakat hukum adat ini telah terverifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga mengajak seluruh komunitas masyarakat Batak di Kabupaten Samosir, nantinya setelah Ranperda ini kita sepakati dapat menyampaikan dan mengusulkan wilayahnya untuk ditetapkan dan diakui sebagai masyarakat hukum adat, namun terlebih dahulu BP2D dan Pemkab Samosir akan melakukan sosialisasi Ranperda ini,” papar Bolusson.

Dalam draf Ranperda ini bagian kedua pasal 7 poin 2, 3 dan 4 diatur mengenai wewenang dari Raja Bius atau nama lainya pada kepemilikan tanah ulayat.

Bunyinya: Raja Bius atau nama lainnya pemangku hak ulayat merupakan pemegang kuasa tanah ulayat yang mempunyai wewenang terkait tata cara pengelolaan, menjaga keamanan, keselamatan dan pemanfaatan tanah ulayat.

Kemudian pada BAB XIV, larangan dan sanksi disebutkan masyarakat hukum adat Batak dilarang memindahtangankan tanah ulayat kepada pihak lain kecuali dalam rangka kepentingan pembangunan nasional dan daerah atau pemenuhan kehendak bersama seluruh anggota masyarakat hukum adat setempat serta pemenuhan filosofi Dalihan Natolu.

Sedangkan pengecualian terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Raja Bius atau sebutan lainya. (DON).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *