Pelaku Usaha Kini Menjerit Dampak Pandemi COVID-19

barista
FOTO: Barisan di Café Sahuta. (Foto: Dod)

SmartNews, Tapanuli – Mengantisipasi penyebaran virus corona (COVID-19), Pemerintah Kota Sibolga meminta seluruh pelaku usaha kuliner menghentikan layanan makan di tempat. Hal ini untuk menghindari terjadinya keramaian dan orang berkumpul di suatu tempat.

Maka, salah satu layanan yang dianjurkan Pemkot Sibolga, yakni menerapkan pembelian makanan dengan dibungkus, kemudian langsung dibawa pulang.

Bacaan Lainnya

Penerapan sistem layanan penjualan seperti ini, ternyata berdampak buruk terhadap raihan omset atau pendapatan pedagang kuliner yang cenderung mengalami penurunan drastis.

Evan Ansoy, pemilik usaha Cafe Sahuta di Kota Sibolga mengakui, selama masa pandemi corona, omset dagangannya menurun tajam. Cafenya sepi pembeli, dan otomatis pendapatan pun minim.

Menurut Evan, pelanggan itu keluar rumah dan datang ke sini bukan karena mereka butuh, atau sekadar menikmati menu yang ditawarkan. Tetapi secara umum, pelanggan ingin menikmati suasana baru.

“Nah, sekarang masa pandemi corona, pemerintah menganjurkan warga untuk di rumah saja. Yah, kita pun pasrah sajalah,” ujarnya kepada Tagar, Rabu 8 April 2020.

Evan menjelaskan, sejak awal dia mempekerjakan 5 orang sebagai karyawan cafe. Karena pendapatan cafe minim, dia pun terpaksa memberhentikan satu orang karyawannya.

Sekarang karyawannya tinggal 4 orang, dan sejak dua minggu lalu, mereka bekerja secara bergantian. Evan berharap, pandemi corona ini cepat berlalu, sehingga usahanya kembali normal.

Menurut Evan, soal layanan antar pesanan ke rumah atau home delivery service, sepertinya kurang efektif diterapkan di Kota Sibolga yang kecil ini.

“Meski ada layanan seperti itu, tapi gak bakalan jalan. Tidak seperti di kota besar, bisnis seperti ini bisa sukses,” tutur Evan.

Pengakuan serupa juga diungkapkan pelaku usaha travel jasa angkutan Bandara dr Ferdinand Lumbantobing, Pinangsori.

“Penumpangnya sepi, karena banyak orang takut bepergian ke luar kota sejak pandemi virus corona ini. Termasuk mereka yang memiliki bisnis di luar kota, juga tak berani bepergian,” ujar Nardus Limbong dari CV Monalisa Travel.

Menurut Limbong, pada hari biasa, pihaknya mengoperasikan 3 hingga 5 armada travel. Sekarang, 1 armada pun sulit karena tak ada penumpang.

Contohnya dalam sepekan ini, cuma satu atau dua orang saja penumpang yang berangkat dan terpaksa diantar demi menjaga nama baik perusahaan.

“Para sopir pun terpaksa menganggur untuk sementara waktu, menunggu kondisi kembali normal. Untuk biaya hidup? yah mantab atau makan tabungan dululah,” ujar Limbong.

Terpisah, Mak Beri, pedagang sembako menjelaskan, selama masa pandemi corona ini omset penjualannya juga ikut terdampak mengalami penurunan karena sepinya pembeli.

“Saat ini banyak warga yang kesulitan, apalagi keuangannya juga sulit, makanya pembeli jadi sepi,” ungkap Mak Beri.

Dia menjelaskan, di tengah sulitnya kondisi saat ini, dua jenis komoditi kebutuhan pokok masyarakat malah mengalami kenaikan.

Keduanya itu, gula putih jadi Rp18.500 per kilogram, sebelumnya Rp17.000, kemudian minyak goreng curah naik menjadi Rp12.000 dari Rp11.000. “Kalau harga beras masih normal, tidak naik,” jelas dia. (Dod)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *