SmartNews, Tapanuli – Seorang pemulung tua di Kota Sibolga, Sumatra Utara (Sumut) luput dari perhatian pemerintah di masa pandemi Corona.
Pada Senin siang (18/5/2020), pria tua ini ditemui wartawan di bawah terik panas sedang mengais-ngais tumpukan sampah di dekat trotoar parit kantor Pos Indonesia cabang Sibolga di Jalan Sutomo.
Sambil menenteng karung besar dan kantongan plastik, dia mencari-cari barang bekas dari tumpukan sampah. Sesekali memasukkan sesuatu yang dia dapat ke dalam karung dan kantong plastik yang dibawanya itu.
Beberapa orang yang berada di sekitarnya sesekali meliriknya, namun cuek atau tidak peduli.
Begitu juga pria tua itu berlaku sama dengan warga di situ. Dia juga cuek dan tetap pada pendiriannya mengutak atik tumpukan sampah tersebut.
Padahal dari tempatnya mengutak atik sampah itu, tepatnya di halaman kantor Pos Sibolga, berkumpul ratusan lebih yang sedang antri untuk mencairkan dana Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp600 ribu dari pemerintah pusat.
Meskipun demikian, pria ujur itu tidak peduli dengan suasana yang terjadi di kantor Pos tersebut. Dia juga bahkan tidak peduli apa kata orang, dan apa yang dilihat orang terhadapnya.
Terlebih juga dia tampak tidak peduli dengan kesehatan. Kedua tangannya tetap saja mengutak atik sampah, tanpa pelindung tangan. Begitu juga raut wajahnya (mulut dan hidung) sama sekali tidak tertutup masker, sebagaimana yang dipakai orang-orang saat ini agar terhindari dari penyakit, seperti Covid-19 yang terjadi sekarang ini.
Entah darimana dan sudah sejauh mana pria ujur itu melangkahkan kakinya di bawah terik matahari serta sudah berapa banyak tumpukan sampah yang dikaisnya dipinggiran jalan, kedua kantong barang bekasnya tampak sudah berisi sebelumnya.
Pria ujur itu pun kemudian melangkahkan kakinya ke arah Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Sibolga yang berada di depan kantor Pos Indonesia cabang Sibolga tersebut, setelah tidak ada lagi yang bisa dipungut dan dikutipnya dari tumpukan sampah dekat kantor Pos Indonesia cabang Sibolga tersebut.
Sambil menjinjing kedua kantongan barang-barang bekasnya, yang satu berupa karung itu ditaruhnya dipundaknya dan dipegang oleh tangan kanannya dan satunya lagi berupa kantongan plastik itu, dipegang oleh tangan kirinya, dia berjalan dengan kondisi tampak goyang.
Dia juga tampak kesulitan mengangkat dan menggerakkan kakinya untuk berjalan menyusuri badan jalan. Sementara kaki kanannya memang tampak seperti sakit, belum lagi tubuhnya yang sudah tua, keriput dan kurus.
Tiba di samping Mapolres Sibolga atau sekitar 30 meter dari tempatnya sebelumnya mengais sampah di sekitar kantor Pos Indonesia cabang Sibolga itu, pria ujur itu seketika menghentikan langkah kakinya.
Dia melihat ada tumpukan sampah di dalam sebuah tong di dalam Mapolres Sibolga itu. Tong tersebut terletak dibalik pagar besi Polres itu.
Tanpa basa basi, pria ujur itu langsung meletakkan kedua kantongan barang bekasnya, lalu menjulurkan (mememasukkan) kepalanya dari celah pagar besi milik Polres Sibolga tersebut lalu mengais sampah di dalam tong sampah milik Polres Sibolga itu.
Kebetulan satu batang besi bulat pagar Polres Sibolga itu sudah copot. Sehingga pria ujur itu bisa memasukkan dan melewatkan kepalanya dari celah pagar besi Polres Sibolga itu.
Sejumlah tumpukan kertas dan botol plastik minuman mineral, yang berada dalam tong sampah itu, berhasil diraihnya dan dimasukkannya ke dalam kedua kantongan tempat barang bekasnya tersebut.
Namun tidak banyak yang berhasil dia dapatkan dari tong sampah milik Polres Sibolga itu.
Wartawan lalu menghampiri dan coba berkomunikasi dengan pria ujur itu. Awalnya ada keraguan wartawan untuk mendekati pria ujur bertubuh kurus, keriput dan legam itu untuk bisa diajak komunikasi dengan baik dan normal.
Apalagi awak media yang belum mengenalnya sama sekali bahkan melihatnya. Sekalipun Kota Sibolga adalah kota kecil, peluang orang untuk saling mengenal sebenarnya cukup tinggi, terutama pemulung yang boleh dikatakan jumlahnya masih terbatas di Kota Sibolga.
Namun kenyataannya tidak, pria ujur itu bisa diajak berkomunikasi, sekalipun suaranya kecil, berat dan bergetar. Hal itu sesuai usia orang tua yang sudah lanjut atau ujur pada umumnya.
Dengan raut wajah yang tampak sudah keriput dan tersirat kepedihan serta rambutnya yang sudah memutih (beruban), pria ujur itu mengaku bernama Viktor Simatupang (71) tinggal di jalan Mawar-Ketapang, Kelurahan Sibolga Ilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga.
“Rumah saya di jalan Mawar, Ketapang. Tepatnya turun dari tangga sebelah kiri di Ketapang itu. Tapi rumah itu rumah abang saya yang kosong dan saya tempati,” kata Viktor mengawali ceritanya.
Viktor juga mengaku bahwa dia sudah lama hidup sendiri semenjak istrinya, boru Ginting, meninggal dunia, pada tahun 1990 an silam. Termasuk sepeninggal tiga orang anaknya di tahun yang sama, yang pergi merantau ke daerah lain di luar Sumatera Utara (Sumut), tepatnya di Kota Batam.
“Dari mereka (ketiga anaknya) pergi (merantau) sampai sekarang, belum pernah datang dan bahkan memberikan kabar. Mengirim uang juga, enggak,” katanya.
Tidak kah ada bantuan dari pemerintah terutama bantuan Covid-19 sekarang ini?
Viktor yang mengaku sudah bekerja sebagai pemulung sejak 2004 silam ini, menjawab, iya, bahwa dia tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah terutama bantuan Covid-19 sekarang ini.
Dia pun harus menyambung hidup karena tidak memiliki pekerjaan dan sokongan uang dari anak-anaknya.
“Harapan (mendapatkan bantuan) itu ada. Kalau ada yang mau membantu awak (saya), terima kasih banyak. Apalagi saya pun sekarang sakit, sudah goyang Pak jalannya,” ungkap Viktor mengakhiri komunikasi sambil permisi untuk pergi memulung kembali. (js)