Proyek Galian Kabel Fiber Optik Telkom Abaikan Keselamatan Kerja

WhatsApp Image 2022 02 15 at 02.06.34
Foto: Pekerja Proyek galian kabel fiber optik PT Telkom abaikan K3.

SNT, Doloksanggul – Proyek galian kabel fiber optik PT. Telkom di bahu Jalinsum (jalan lintas sumatera) Doloksanggul-Siborongborong diduga abaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Pantauan awak media, Selasa (15/2/2022), para pekerja proyek galian kabel fiber optik itu tidak menggunakan safety K3 berupa sarung tangan, rompi, helm dan sepatu. Selain safety K3 para pekerja dari luar Humbahas itu diduga tidak difasilitasi protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Bacaan Lainnya

Gomblo, salah satu pekerja proyek galian kabel fiber optik kepada awak media mengaku, bahwa pekerjaan galian kabel fiber optik itu dimulai sejak 2 pekan terakhir. Galian untuk penanaman kabel fiber optik itu sepanjang empat kilometer lebih di bahu jalan Doloksanggul-Siborongborong. Pekerjaan galian dilakukan secara tim yang dibagi 14 orang per tim.

Katanya lagi, untuk pekerjaan galian kabel fiber optik itu, pihaknya dihargai Rp16 ribu per meter dengan kedalaman galian 1,4 meter.

Ditanya, perlengkapan safety K3, Gomblo enggan berkomentar. Dia hanya mengaku bahwa perlengkapan safety K3 tidak nyaman digunakan dalam bekerja. “Safety K3 kurang nyaman bang digunakan untuk pekerjaan galian. Sehingga tidak kita pakai,” kilahnya.

Gomblo juga menguraikan, dalam pekerjaan galian kabel fiber optik, pihaknya diawasi oleh pihak ketiga (rekanan) penyedia galian. “Dalam bekerja, kita diawasi. Namum pengawasan hanya memantau progres pekerjaan tanpa menekankan pemakaian safety K3,” pungkasnya tanpa menyebut nama perusahaan penyedia galian kabel fiber optik.

Perihal proyek galian kabel fiber optik yang mengabaikan safety K3, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi. Pasalnya pengawas dan penanggungjawab proyek galian kabel fiber optik itu tidak ditemukan di lapangan.

Terpisah, pemerhati Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Efendi Siregar kepada awak media mengakui bahwa K3 dalam pekerjaan konstruksi idealnya dibawah naungan HSE (healt, safety, environtmen). Artinya, terkait K3 seharusnya dilakukan breafing secara berkala dan berkelanjutan hingga selesai proses konstruksi oleh pihak perusahaan. Hal tersebut katanya, untuk menekan atau meminimalisir insiden/angka kecelakaan kerja.

Dia menguraikan, secara ketentuan, K3 diatur dalam Undang-undang Nomor: 1/1970 tentang keselamatan kerja.

Undang-undang Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan, Permenaker Nomor 01/Men/1980 tentang K3 konstruksi. Artinya, dalam kegiatan konstruksi, K3 tidak boleh dianggap remeh atau dipandang sebelah mata. Sebab resikonya berkaitan dengan keselamatan kerja.

Dijelaskan, pada sebuah konstruksi yang dikerjakan minimal 50 orang, harus diawasi satu orang HSE officer.

“Dalam pekerjaan konstruksi, anggaran untuk K3 sudah tersendiri. Jadi K3 itu harus diterapkan dan tidak boleh dirangkap oleh pengawas lapangan. Bahkan para pekerja harusnya didaftarkan sebagai peserta Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan). Hal itu dapat membantu perusahaan jika sewaktu-waktu pekerja konstruksi mengalami insiden di lapangan,” pungkas alumni ISTP Medan itu. (and)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *