SmartNews – Akses media sosial dibatasi oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menuai kritik. Kebijakan yang dimaksudkan untuk membendung persebaran hoax pasca kerusuhan 22 Mei ini justru dinilai berlebihan.
Mengenai hal itu, Komnas HAM menilai langkah itu berlebihan. Komnas HAM mempertanyakan dasar hukum atas pembatasan hak masyarakat untuk mengakses media sosial.
“Kita menganggap, apa dasarnya gitu? Menurut kita agak lebay lah itu,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di RSCM, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Taufan menilai, pembatasan tersebut berkaitan dengan hak asasi masyarakat untuk memperoleh informasi. Taufan mengatakan hak tersebut boleh saja dibatasi, namun harus dengan prosedur dan alasan yang kuat.
“Mendapatkan informasi itu kan hak asasi. Memang bisa dilimitasi, tapi harus dengan alasan tertentu, prosedur tertentu. Jadi memang ada wewenang mereka untuk melakukan itu. Tapi ya mestinya wewenang itu digunakan dengan dasar yang kuat. Itu aja sebenarnya,” katanya.
Menanggapi kritik tersebut, KemKominfo angkat bicara. Plt. Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu mengatakan kebijakan pembatasan akses media sosial ini berdasarkan UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Kita berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, di situ jelas sekali di pasal 40 itu bahwa Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Lalu, pada ayat 2a nya, pemerintah wajib melakukan pencegahan dan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” terangnya kepada detikcom, Jumat (24/5/2019).
Dia menjelaskan, dasar aturan yang ada dalam UU ITE tersebut relevan dengan situasi Indonesia saat ini. Apalagi menurut dia, volume hoax selama beberapa hari terakhir ini memang besar, sehingga perlu dibendung.
“Kita tahulah, penyebaran hoaks dalam dua terakhir ini ekslasinya luar biasa. Ada hasutan, ada informasi yang sengaja disimpulkan untuk memprovokasi orang melakukan tindakan kekerasan. Ada kebenciannya yang luar biasa. Atas dasar itu, Kemkominfo, bahkan dalam hal ini pemerintah, membatasi akses pada beberapa fitur,” sebutnya.
Sambungnya lagi, Kemkominfo memahami hak asasi untuk mendapatkan akses komunikasi dan informasi dilindungi Undang-Undang. Oleh karena itu, kata dia, Kekominfo hanya membatasi beberapa fitur saja.
“Jadi harus dipahami ini bukan kepada seluruh akses komunikasi dan informasi. Kami memahami pasal 28 c UUD 1945, negara harus melindungi hak asasi manusia untuk berkomunikasi, tapi kemudian ada dasarnya untuk beberapa fitur. Sekali lagi harus dipahami ini tidak seluruhnya. Hanya fitur gambar dan foto,” jelasnya.
Lantas, dia juga menjawab keluhan masyarakat yang merasa aktivitasnya terganggu ketika fitur pengiriman foto dan video Whatsapp dibatasi.
“Pengiriman informasi gambar atau video kan bisa melalui email. Bisa dikirim melalui itu. Selain itu, masih banyak saluran lain selain Whatsapp yang bisa digunakan untuk mengirim gambar dan video. Karena sekali lagi, kami melihat foto dan video di Whatsapp konten hoaxnya wow,” ia menambahkan. (red)