Menakar Peta Politik Jelang Pilkada Humbahas 2020

Untitled 14

SmartNews, Humbahas – Aroma panas jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) pada 2020 sudah mulai terasa. Dipastikan, Pilkada langsung yang keempat sejak reformasi akan berlangsung sengit, sejumlah ketegangan sudah terdeteksi. Seperti di jejaring sosial facebook, sudah banyak masyarakat saling mengunggulkan dan menonjolkan figur yang dianggap layak.

Membaca peta politik menyongsong Pilkada Humbahas 2020 usai Pemilu 2019, tentu akan terlihat lebih mudah dibaca ketika partai politik telah memberikan rekomendasi pilihannya kepada bakal calon nanti. Akan tetapi tidak ada salahnya menakar peta politik di daerah yang setiap pertarungan pilkada selalu panas.

Bacaan Lainnya

Pemilihan Bupati Humbahas tahun 2020 merupakan sebuah even penting bagi masyarakat di daerah itu dalam upaya menghasilkan pemimpin daerah yang menjadi harapan masyarakat. Karena sejatinya Pilkada langsung melahirkan pemimpin daerah yang kapabel, punya kompetensi tinggi dan reputasi yang tinggi ditengah pusaran banyaknya kepala daerah yang berurusan dengan KPK dan aparat hukum lainnya.

Pilkada kali ini diprediksi bakal sengit karena hanya satu putaran sesuai amanah undang-undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Persaingan kontestasi diprediksi tidak jauh dengan Pilkada 2015 lalu yang penuh dengan intrik dan pertarungan yang ketat.

Undang-Undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2014 setelah direvisi dan disahkan menjadi Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tentang pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah, bahwa syarat dukungan perseorangan (independen) minimal 10 persen dari jumlah DPT (daftar pemilih tetap). Dan sayarat dukungan partai politik atau gabungan partai politik minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPRD atau 25 persen dari jumlah suara sah pada Pileg DPRD.

Ambang batas kemenangan dihapus alias nol persen. Artinya, pemenang adalah peraih suara terbanyak. Dengan demikian, pilkada hanya berlangsung satu putaran. Bila raihan suara sama, maka pemenang ditentukan berdasarkan luas sebaran perolehan suara.

Nah, melihat peta politik di Humbahas, diprediksi bahwa jumlah paket pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati nantinya, sekitar 2-3 paket di luar jalur independen. Hasil Pemilu 2019, khususnya Pileg DPRD Humbahas, hanya partai PDIP dan Golkar yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa mencalonkan pasangan bakal calon bupati (bacabup). Sesuai dengan jumlah suara dan kursi, semua partai di luar PDI-P dan Golkar harus berkoalisi, termasuk dengan sejumlah parpol yang tidak memiliki kursi.

Berubahnya tampuk pimpinan DPRD Humbahas, dari Partai Golkar ke PDIP diyakini akan merubah konstelasi politik lokal menuju Pilkada Kabupaten 2020 mendatang. Kabupaten Humbahas selama ini dikenal sebagai “Taman Beringin” dalam Pemilu 2019 lalu telah direbut PDI-Perjuangan. Setelah dua kali pemilu sebelumnya torehan suara PDIP perlahan naik.

Kali ini PDIP tampil bringas sebagai pemenang dan mengoleksi tujuh kursi pada Pileg 2019 di Kabupaten Humbahas.

Dengan perolehan tujuh kursi oleh PDIP, dapat dipastikan kursi Ketua DPRD bakal diisi kader partai berlogo moncong putih itu. Menyusul untuk wakil ketua I dari Partai Golkar dengan perolehan lima kursi dan wakil ketua II dari Hanura yang mengoleksi empat kursi.

Jika di Pileg 2014 Partai Golkar merajai tiap dapil dan meraih 6 kursi, kali ini partai berlogo pohon beringin itu harus legowo dengan perolehan lima kursi. Hal yang sama juga terjadi pada Partai Gerindra, besutan Prabowo Subianto. Jika di pemilu sebelumnya berhasil meraih lima kursi, kali ini terjungkal dan hanya mampu meraih dua kursi.

Di luar dugaan, Partai Hanura gemilang meraih empat kursi. Sementara pada pemilu sebelumnya hanya mampu meraih 3 kursi.

Partai Perindo juga terbilang cukup sukses, walau secara nasional tidak lolos ke senayan karena terbentur PT 4 %.

Namun di Kabupaten Humbahas, Perindo berjaya meraih dua kursi, bahkan nyaris tiga kursi. Jika saja Perindo memenangkan sengketa hasil Pileg di MK atas perselisihan dengan Golkar di Dapil II, partai yang didirikan CEO MNC Group itu akan mulus menjadi fraksi murni di DPRD.

Namun dibalik perselisihan tadi, sebuah titik start yang cukup bagus untuk partai pendatang baru dan tidak boleh dianggap remeh.

Demikian juga pendatang baru lainnya, dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ditengah persaingan yang cukup ketat, partai besutan, presenter Grace Natali ini berhasil merebut satu kursi di daerah itu.

Dari perolehan suara, group milenial ini mampu meninggalkan PAN dan PKB. Partai para senior politikus ini bahkan kehilangan kursi dari sebelumnya hanya PAN memiliki satu kursi dan PKB memiliki dua kursi.

Sedikit menarik memang melihat jejak rekam Pilkada Humbahas. Tenang menghanyutkan menjadi khas tersendiri di daerah ini dalam perhelatan pesta Demokrasi.

Jika Pilkada 2010, calon dari Patahana Maddin-Marganti dituding memborong partai dan mendirikan bonekanya, dalam Pilkada 2015 justru satu partai memboyong dua kandidat.

Dualisme kepengurusan DPP Golkar pun menjadi celah dua kandidat untuk mendapatkan tiket. Alhasil pasangan Harry-Momento dan Palbet-Henri yang diusung Golkar, sukses menjadi kontestan.

Menyongsong Pilkada tahun 2020, jika PDIP, Hanura, Golkar satu koalisi. Selanjutnya NasDem, Perindo, Gerindra, PSI dan Demokrat juga diprediksi membentuk koalisi. Melihat dua kubu koalisi ini, pertarungan hanya diikuti dua paslon diluar independen.

Ini hanya sekedar prakiraan membaca arah dukungan parpol dan lobi komunikasi yang sedang dibangun para kandidat.

Koalisi partai dan lobi yang dibangun para kandidat, memang bisa saja berubah sesuai dengan hasil penjaringan bacabup dari masing-masing parpol terhadap dukungan partai di Pilkada serentak 2020.

Pilkada memang bukan sekedar soal rutinitas pemilihan. Bukan sekedar ritual yang membosankan dan melelahkan setiap lima tahun sekali. Bukan pula sekedar mekanisme demokrasi lima tahunan dan unjuk gigi tim sukses masing-masing kandidat. Bukan pula adu visi misi yang ditunggu sampai 20 tahun lagi pun tidak akan tercapai.

Menjelang pilkada serentak tahun depan, sangat penting dari sekarang bakal calon memperkenalkan diri ke publik sebagai sharing informasi untuk menyeleksi figur-figur potensial dari segi kapasitas, gagasan dan leadership.

Harapan masyarakat tentunya sangat besar bahwa proses demokrasi yang berjalan adalah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri, yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Akan tetapi hal ini seringkali tidak dapat dimaknai dengan baik oleh para kandidat bahkan masyarakat itu sendiri yang menjadi pemilih.

Kendati pelaksanaan pilkada menunggu pada tahun 2020, beberapa kelompok masyarakat sudah mengusung nama-nama yang akan dicalonkan termasuk, Dosmar Banjarnahor (bupati Humbahas) dan Baginda Polin Lumban Gaol (Kajati Kalimantan Barat), Antoni Pasaribu (ASN Perpajakan, Kementrian Keuangan), Harry Marbun (pengusaha), Rajin Tajom Sihombing (pengusaha), Japorman Purba (TNI).

Meski para nama diatas belum melakukan deklarasi secara resmi, namun Baginda Polin Lumban Gaol, Antoni Pasaribu dan Dosmar Banjanahor sudah akrab di masyarakat. Bahkan ketiga bacabup ini, dengan kompak sudah mendaftarkan diri ke PDIP.

Pertanyaan yang belum terjawab, apakah dua putra Marbun, patahana Dosmar Banjarnahor siap tarung dengan Kajati Kalbar, Baginda Polin Lumban Gaol yang sudah menyatakan diri sebagai bakal calon bupati (bacabup) Humbahas dalam Pilkada serentak 2020.

Dua putra Marbun ini, disebut-sebut akan adu kuat dalam pesta lima tahunan, Pilkada serentak 2020 mendatang.
Apakah masing-masing putra Marbun ini akan menggandeng wakil masing-masing dari tokoh parpol, birokrasi atau praktisi? Semuanya masih penuh teka-teki, kalkulasi politik maupun dinamika politik, setiap saat terus berkembang.

Pilkada 2020 yang melibatkan putra Marbun ini diprediksi akan membuat warna tersendiri di kampung halamannya. Sebab dua Marbun yang sudah akrab di masyarakat ini juga disebut-sebut terlibat perang politik, setelah sebelumnya mereka senantiasa kompak dan harmonis serta saling mendukung untuk memberikan yang terbaik bagi daerahnya.

Belum lagi, Harry Marbun juga disebut-sebut akan tampil sebagai penantang Patahana untuk menuntaskan dendam politiknya pada Pilkada 2015 lalu.

Selanjutnya, apakah mungkin head to head, Dosmar Banjarnahor dan Baginda Polin Lumban Gaol. Atau Antoni Pasaribu VS Baginda Polin Lumban Gaol. Dan Atau Harry Marbun VS Baginda Polin Lumban Gaol?

Pertanyaan reflektif yang mungkin saja terjadi dan menarik dikaji. Sebab, kawin paksa antara cabup-cawabup akan mempengaruhi dan bisa saja tersaji, juga koalisi dengan partai yang berbeda.

Orientasi koalisi biasanya cenderung konstekstual, mengadaptasi perkembangan dan dinamika politik elektoral yang terjadi, di mana elektabilitas menjadi faktornya yang paling dominan. Pilihan-pilihan rasional yang dikedepankan adalah pilihan situasional dengan merangkai kemungkinan menang lebih besar ketimbang membawa posisi kebijakan yang akan ditawarkan kepada pemilih.

Oleh karena itu, salah satu sumbangan dalam melengkapi teori koalisi, bahwa koalisi akibat elektabilitas calon dan kepentingan partai pengusung.

Pertarungan Pilkada 2020, tawar-menawar sebagai syarat dukungan partai kepada salah satu bakal kandidat pilkada nantinya dipastikan didasarkan pada basis dukungan politik yang real di legislatif.

Perlu direnungkan, sedikitnya ada dua aspek yang dipertaruhkan dalam pilkada yakni, potensi konflik pada massa akar rumput dan kualitas pemimpin daerah produk pilkada secara langsung. Kualitas dan kompetensi paslon kepala daerah layak dipersoalkan, karena begitu banyak masalah dalam proses pencalonan.

Hal ini terbukti di berbagai daerah saat pilkada, mulai dari soal “mahar politik” atau suap politik untuk memperoleh dukungan “perahu” dari partai politik hingga biaya pemenangan yang cukup tinggi.

Tingginya biaya mahar politik untuk meraih dukungan partai membuat sebagian kandidat “banting stir” maju dari jalur independen. (AND)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *