Tapanuli Tengah – Tentu sudah tidak asing lagi bagi warga Sumatera Utara (Sumut) dengan jalan Nasional batu lobang yang berada di pegunungan Bonan Dolok, Kecamatan Sitahuis, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Saat melintas dari lokasi baru-baru ini, tim Smart News Tapanuli merekam kelihaian sopir truk saat berpapasan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan dijalan yang menikung, sempit, serta dipinggir jurang yang dalam. Para sopir pun harus hati-hati melintas kawasan ini.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, para pengemudi mobil dan truk pun harus bertoleransi, kendatipun telah menyalahi jalurnya.
Dengan kondisi ini, bisa menjadi pengalaman bagi Anda, jika baru pertama kali untuk melintasi jalan Nasional ini, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan saat berkendara.
Pantauan, disepanjang pinggir jalan dari Desa Bonan Dolok, Sitahuis hingga ke Kota Sibolga, belum seluruhnya terpasang pagar pembatas jalan. Bahkan, masih minim penerangan pada malam hari untuk membantu pengendara yang melintas.
Lokasi terowongan ini terletak di Km 8, Kawasan Dusun Simaninggir, Desa Bonandolok, Kecamatan Sitahuis atau sekitar 15 menit perjalanan dari pusat Kota Sibolga atau sekitar 18 Km dari pusat Kota Pandan.
Di tempat ini anda akan menyaksikan keunikan Batu Lubang tersebut lengkap dengan cerita sejarah pembangunannya.
Cerita sejarah pembuatan Batu Lubang itu bisa anda temukan di dinding bukit sekitar bangunan yang berukuran paling besar yang ada di kawasan itu.
Di dinding bukit tersebut ada sebuah ornamen yang sengaja dibangun dari semen yang menceritakan tentang sejarah pembangunan Batu Lubang itu.
Namun tidak banyak cerita pasti mengenai tahun dan lama pengerjaan Batu Lubang. Bahkan tahun pembuatannya ada yang menyebutkan tahun 1930 atau sekitar 84 tahun silam serta tahun 1900 atau sekitar 114 tahun silam.
Namun terlepas dari kontroversi tahun pembangunan Batu Lubang tersebut, yang pasti tempat itu dibangun pada masa kolonial Belanda dengan melibatkan rakyat Tapanuli (khususnya warga Sibolga dan Tapanuli Tengah) serta pejuang – pejuang kemerdekaan yang menjadi tawanan Belanda masa itu.
Tujuan pembukaan Batu Lubang itu adalah untuk mempermudah sarana transportasi menuju Tarutung sekaligus juga untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi dari tanah Batak dan penumpasan laskar atau pejuang kemerdekaan Indonesia.
Maka rakyat dan pejuang saat itu dipaksa bekerja (kerja Rodi) untuk membuka jalan dan Batu Lubang tersebut.
Sehingga sekarang ini kita dapat menikmati perjalanan Sibolga – Tarutung berkat buah tangan rakyat Tapanuli dan pejuang yang menjadi tawanan Belanda masa itu. Konon ceritanya banyak darah tertumpah atau rakyat yang menjadi korban dari pekerjaan pembukaan jalan dan Batu Lubang itu, terutama pada pembukaan jalan pada terowongan.
Tapi tidak ada catatan sejarah juga berapa banyak rakyat Tapanuli dan pejuang kemerdekaan yang menjadi korban bahkan dari cerita juga, mereka yang menjadi korban dibuang begitu saja ke jurang yang berada di salah satu sisi Batu Lubang ini.
Mereka yang meninggal atau merenggang nyawa dalam pekerjaan pembuatan jalan terowongan itu karena merasa keletihan dan kelelahan karena tak kuat dan kuasa menahan derita pemaksaan kerja.
Para pekerja dipaksa bekerja keras dengan sekuat tenaga tanpa istirahat dan makanan yang cukup untuk membuat terowongan tersebut. (Ren Morank)