Respons Otak saat Dengar Orang Teriak-teriak

ilustrasi 3
Ilustrasi Teriak. (foto; Inwepo)

SmartNews – Video Lucinta Luna yang berteriak di media sosial mendadak viral. Salah satu momennya terjadi pada April 2019 lalu. Video tersebut diunggah kembali oleh netizen di Twitter.

Diketahui, saat itu Lucinta Luna mengamuk karena kesal syal bulu kesayangannya miliknya hilang, ia pun menyalahkan dua satpam yang tengah berjaga saat itu.

Bacaan Lainnya

“Tadi dititip ke mas kan? Harus tanggung jawab nggak boleh begitu,” kata Lucinta Luna, dari tayangan Seleb Expose Trans7 di YouTube.

Haduh Lucinta, kok kamu seneng banget sih teriak-teriak? Ya memang sih, berteriak adalah hal yang umum dilakukan, baik lagi kesal, senang, atau terkejut. Tapi ternyata, ada loh yang melakukan penelitian terkait respon otak terhadap teriakan. Penelitian ini kemudian dipublikasikan di jurnal Current Biology.

David Poeppel, seorang profesor psikologi dan ilmu saraf di New York University dan rekan-rekannya mengumpulkan serangkaian jeritan dari YouTube, film dan 19 sukarelawan yang diminta untuk berteriak.

Para peneliti pertama-tama mengukur sifat suara jeritan versus percakapan normal. Mereka mengukur volume jeritan dan melihat respon perilaku sukarelawan ketika mendengarkan teriakan.

Peneliti ini kemudian melihat gambar otak orang-orang yang mendengarkan teriakan dan ternyata mereka menemukan suatu hal yang menarik- jeritan tidak ditafsirkan oleh otak seperti halnya suara normal.

Biasanya, otak akan mengambil suara yang kamu dengar dan mengirimkannya ke bagian otak yang bertugas untuk mengenali suara misalnya dari jenis kelamin pembicara, usia mereka, dan seperti apa nadanya.

Namun, jeritan kemungkinan tidak mengikuti rute itu. Sebagai gantinya, tim peneliti menemukan bahwa teriakan dikirim dari telinga ke amigdala. Amigdala sendiri merupakan bagian otak yang berperan dalam mengolah rasa cemas, rasa takut, dan emosi lainnya.

“Jeritan mengaktifkan sirkuit ketakutan otak. Amigdala adalah inti di otak yang sangat sensitif terhadap informasi tentang rasa takut,” ujar Peoppel, dikutip dari TIME.

Dari jeritan ini, Poeppel dan timnya memetakan tingkat ‘kekasaran’ suara yang mendeskripsikan seberapa cepat suara berubah dalam kenyaringan. Ucapan normal memodulasi antara 4 dan 5 Hz dalam variasi suara, sementara jeritan melonjak antara 30 dan 150 Hz. Nah, semakin tinggi variasi suara, semakin menakutkan jeritan yang dirasakan.

Jadi, teriakan dapat meningkatkan tingkat kesadaran dan kewaspadaan seseorang, juga rasa takut karena jeritan mengaktifkan bagian amigdala otak. Semakin tinggi tingkat ‘kekasaran’ suara saat berteriak, maka semakin menyeramkan pula suara yang didengar. Pantas aja ya, film horor terasa menyeramkan, banyak adegan berteriaknya. (dtc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *