KPK Temukan Bunker Bawah Tanah di Rumah Bupati Labuhanbatu

geledah
Photo Source: okezone/int.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya menelusuri mata rantai kasus suap proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara Tahun Anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu melakukan penggeledahan delapan tempat untuk mencari barang bukti kasus tersebut.

Setidaknya, kasus suap di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu itu KPK menetapkan sebanyak tiga orang tersangka, antara lain Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap (PHH), seorang swasta Umar Ritonga (UMR) orang dekat Pangonal dan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra (ES).

Dalam perjalanannya, penyidik KPK mendapatkan informasi baru bahwa PHH juga memiliki rumah di daerah Medan, sehingga dilakukan pengeledahan, tepatnya di Jalan Pelajar Timur Nomor 168 Lingkungan VI Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Sumatera Utara.

“Di salah satu rumah tersangka ditemukan bunker bawah tanah, namun telah dalam keadaan kosong,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Sabtu (21/7/2018).

Febri mengatakan, telisik punya telisik tim KPK kembali mendapatkan informasi bahwa isi dalam bungker itu sengaja dibuang untuk menghilangkan jejak, oleh pihak keluarga ke sungai dari atas jembatan di Kecamatan Rantau Utara, Labuhanbatu.

“Kami juga mendapatkan informasi ada upaya pihak keluarga tersangka untuk membuang barang bukti ke sungai terdekat dari atas sebuah jembatan,” terangnya.

Masih berkaitan dengan kasus itu, sebelumnya KPK telah melakukan penggeledahan di delapan lokasi, antara lain Kantor Bupati, Rumah Dinas Bupati, Rumah pribadi Bupati, Kantor PT Binivan Konstruksi Abadi, Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Kantor BPKAD, Rumah salah satu tersangka, UMR dan ES.

“Dari lokasi penggeledahan disita dokumen terkait proyek, anggaran dan pencairan proyek, CCTV dan peralatan komunikasi,” tandasnya.

Sebelumnya, sekira Juli 2018 lalu, diduga telah terjadi juga penyerahan cek sebesar Rp1,5 miliar. Namun demikian, cek tersebut belum berhasil dicairkan oleh pihak penerima suap.

Adapun, uang sekira Rp500 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.

Atas perbuatannya, Effendy sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan, Pangonal dan Umar yang diduga sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (sumber: okezone)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *