Hasil Survei Ombudsman, Kota Tanjungbalai Terendah

ombudsman
Abyadi Siregar. (Foto: dok.ist)

Medan – Ombudsman RI Perwakilan Sumut secara bertahap menyerahkan hasil survei penilaian kepatuhan 11 kabupaten/kota di Sumut yang meraih predikat zona kuning dan zona merah untuk pelayanan publik tahun 2018.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menjelaskan, berdasarkan hasil penilaian, Kota Tanjungbalai masuk zona merah dengan nilai paling rendah hanya (10,02).

Bacaan Lainnya

Disusul Kabupaten Simalungun (11,62), Kabupaten Nias Selatan (14,66), Kota Padangsidimpuan (16,66), Kabupaten Karo (36,97), Kota Tebingtinggi (48,98), Kabupaten Labuhanbatu (35,64).

Sementara itu, Kota Binjai masuk di zona kuning dengan nilai (75,77), Pakpak Bharat (54,03), Pematangsiantar (58,39) dan Kabupaten Toba Samosir (63,14).

“Sedangkan Pemkab Langkat dan Serdang Bedagai adalah dua daerah yang meraih zona hijau atau pelayanan publik paling baik dalam survei Ombudsman tahun 2018,” ujar Abyadi Siregar di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jalan Majapahit No 2 Medan, Kamis 31 Januari 2019.

Dikatakan, penyerahan hasil survei ke 11 kabupaten/kota yang meraih zona kuning dan merah ini, akan terus dilakukan tim Ombudsman RI Perwakilan Sumut.

Untuk yang meraih predikat zona kuning masih ada dua daerah lagi yang belum diserahkan, yakni Pematangsiantar dan Kabupaten Toba Samosir.

Begitu pula untuk daerah yang meraih predikat zona merah yang belum diserahkan adalah Kabupaten Karo, Nias Selatan, Kabupaten Simalungun, Kota Tebingtinggi, Padangsidimpuan dan Kota Tanjungbalai.

Sudah mengikuti pembekalan

Abyadi Siregar menjelaskan, sebelum melakukan survei tahun 2018, Ombudsman sudah melaksanakan pembekalan di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Pesertanya, Bagian Organisasi Tatalaksana (Ortala) dan Inspektorat dari 13 kabupaten/kota yang disurvei.

Namun, faktanya hanya 2 daerah yang meraih zona hijau, yakni Langkat dan Sergai. Sedangkan 4 Pemkab/Pemko meraih zona kuning dan 7 Pemkab/Pemko meraih zona merah.

“Ini membuktikan bahwa komitmen kepala daerah untuk memperbaiki pelayanan publik masih sangat buruk,” ungkapnya.

Menurutnya, bisa saja kondisi ini terjadi karena kepala daerahnya tidak mengetahui cara memperbaiki pelayanan publik di daerah yang dipimpinnya.

“Tapi, bisa juga memang karena kepala daerahnya tidak peduli dengan upaya perbaikan pelayanan publik. Jadi, ini problema besar untuk perbaikan pelayanan publik kita saat ini,” tegasnya. (dod)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *