SmartNews, Taput – Erika Siahaan (77), warga Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborong borong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), selaku ahli waris (alm) Baginda Pipin Siahaan, mencari keadilan untuk mengembalikan hak dan penguasaan lahan warisan keluarganya seluas lebih 8 hektar yang dituding diserobot PT Merauke.
Kepada wartawan, Rabu (19/2/2020) di lokasi tanah warisan, Erika Siahaan menyebutkan bahwa PT Merauke salah satu perusahaan agroindustri ternama di Sumatera Utara dituding menyerobot lahan pertanian di Siborongborong, Taput. Kasus itu pun dilaporkan ke pihak kepolisian.
Pernyataan Erika tersebut ditambah oleh Jonson Silitonga. Dia mengatakan, sekitar tahun 2001, Togi Siahaan diduga menjual lahan mereka kepada PT. Merauke seluas 2,5 Ha, tanpa sepengetahuan dari keturunan Baginda Pipin Siahaan.
Sementara ,Togi Siahaan bukan keturunan dari (Alm) Baginda Pipin Siahaan. Artinya, Togi Siahaan bukan bagian dari ahli waris.
Akibatnya, ada sengketa lahan antara PT.Merauke dengan keturunan Baginda Pipin yang sampai ke Pengadilan dan bahkan ke Mahkamah Agung.
Namun sekitar tahun 2017, PT.Merauke diduga melakukan penyerobotan lahan tanah diluar dari lahan sengketa tersebut.
Bahkan lanjut Jonson, dalam usaha penyerobotan lahan tersebut, keturunan dari Baginda pipin diduga mendapat intimidasi.
Akibatnya Erika Siahaan dan keturunan Baginda Pipin lainnya merasa dirugikan, dan akan tetap melakukan perlawanan kepada PT. Merauke yang dituding melakukan penyerobotan.
“Kami akan pertahankan hak milik kami, akan kami usahakan dengan menanam kopi dan nenas” ujar Jonson Silitonga yang diamini ahli waris lainnya.
Terpantau di lokasi, puluhan petani keturunan ahli waris (alm) Baginda Pipin Siahaan turun ke lahan pertanian mereka di Parlompanan Hasang Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Taput.
Erika Siahaan, anak kedua dari (alm) Baginda Pipin Siahaan didampingi 14 saudaranya turun langsung ke areal tanah warisan mereka yang sudah dikelola perusahaan milik PT Merauke.
Mereka mendatangi lahan itu memastikan penyerobotan lahan atas sebidang tanah seluas lebih 8 hektar milik mereka di Parlompanan Hasang Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Taput.
Dengan wajah sedih mereka menyampaikan, ada penzoliman atas hak kepemilikan tanah milik mereka yang dikuasai (alm) Baginda Pipin Siahaan sejak tahun 1942 silam oleh perusahaan PT Merauke.
“Tanah warisan kami ini di serobot oleh PT Marauke lebih dari 8 hektar dan yang mempunyai sertifikat 6,7 hektar,” kisah Erika kepada wartawan.
Dia mengatakan bahwa benar lahan itu masih dalam proses sengketa. Dan sampai saat ini pihaknya tidak pernah dapat salinan putusan dari Mahkamah Agung.
“Setelah adanya putusan dari Mahkamah Agung, kami tidak ada menerima hasil putusan. Karna proses putusan lahan tersebut belum dapat dipastikan atau dimenangkan oleh PT Merauke,” katanya.
Atas kesimpangsiuran putusan itu, Erika mengatakan tetap akan mempertahankan warisan mereka.
“Jadi kami harus memperjuangkan tanah yang diwariskan nenek kami ke orang tua kami ini, yang paling-paling sedihnya semua tanaman yang kami tanam di sini semua dihancurkan dengan traktor dan ada rumah kami di ujung lahan itu juga dibakar entah siapa pelakunya kami tidak tahu dan semua bukti buktinya masih saya simpan di rumah saya,” sebutnya.
Mereka sepakat meminta perhatian pemerintah dan aparat penegak hukum atas penzoliman hak yang mereka alami.
“Di situlah kami akan memperjuangkan lahan dari oppung kami Baginda Pipin Siahaan yang diserobot PT Merauke ini. Jadi harapan kami, agar pemerintah dan penegak hukum agar meluruskan persoalan ini, supaya kami bisa mengolah lahan ini kembali,” pinta Erika Siahaan.
Di tempat yang sama, awak media yang ingin konfirmasi ke salah satu kantor yang ada dilokasi, yang ada bukan PT Merauke, tapi PT.Wahana Subur Jaya.
Rudi kepala kebun dari PT. Wahana subur jaya mengatakan bahwa PT. Merauke tidak ada hubungannya dengan PT. Wahana Subur Jaya, akan tetapi PT.Wahana subur jaya adalah salah satu Aset dari direktur PT Merauke.
Rudi menyebutkan PT. Wahana subur jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dan saat ini mengelola lahan HGU seluas 38 Ha dari 9 sertifikat.
Sedangkan klaim mengklaim kepemilikan oleh masyarakat lanjut Rudi sudah sering kali, namun siapa pemilik lahan yang sah bisa dilihat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Itu tanah saya, ini tanah saya. Ia kita kembali lagi silahkan lihat ke BPN,” ujar Rudi.
Sedangkan terkait sengketa lahan atau dugaan penyerobotan lahan oleh PT Merauke, Rudi menyarankan untuk konfirmasi dengan kuasa hukum PT. Wahana Subur Jaya, Hendrik Napitupulu S.H. (Reno Hutabarat)