Pria Ini Minggat dari Samosir ke Medan sejak 25 Agustus, Ini Alasannya

IMG 20200828 150808
FOTO: Dok_Istimewa.

SmartNews, Medan – Keluarga korban pembunuhan raja adat di Samosir, Rianto Simbolon mengaku mendapatkan teror di Dusun I Sosor Simbolon Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara (Sumut).

Karenanya, keluarga almarhum yang juga pelapor meninggalkan Samosir sejak tanggal 25 Agustus 2020.

Bacaan Lainnya

Kasus tersebut pun dilaporkan ke Mapolda Sumut, pada Jumat (28/8/2020) didampingi Dwi Ngai Sinaga dari tim LBH Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boruna (PPTSB) se Dunia dan tim lainnya seorang keluarga korban, Eron Sinaga (31).

Kepada wartawan, Eron Sinaga mengatakan pasca kejadian pembunuhan sadis yang dilakukan oleh enam orang tersangka, pada 9 Agustus 2020 lalu dirinya kerap mendapat teror.

“Sejak kejadian dan menjadi pelapor atas kematian Rianto Simbolon, saya kerap mendapat teror,” katanya.

Secara garis kekeluargaan, Eron Sinaga adalah “tulang” atau paman dari Rianto Simbolon.

Diketahui, empat diantaranya sudah diamankan polisi, dan masih ada dua orang lagi yang berkeliaran. Selama ini keluarga korban kerap diteror oleh orang tak dikenal (OTK).

Setelah korban dimakamkan, malamnya sudah ada kejadian yang tidak biasa terjadi.

“Sepeda motor sudah sering patroli-patroli di depan rumah kita dan berhenti, jadikan kita takut keluar,” ungkap Eron.

Ia menjelaskan usai pemakaman korban, pihak keluarga langsung mendapatkan teror dari orang tak dikenal yang kerap lalu lalang melintas dan berhenti di depan rumah keluarga, sampai memutuskan kabel lampu yang di depan rumah pelapor.

“Habis pemakaman kan sudah sepi orang disitulah mulai ada teror ke kita. Di depan rumah kami buat penerangan sekitar lingkungan rumah, mana tau biar nampak orangnya. Bahkan lampunya pun kabelnya diputus,” bebernya.

Eron menjelaskan sampai saat ini ia dan keluarga belum mengetahui identitas orang yang kerap kali melintas di kawasan rumahnya dan keluarga.

Namun ia hanya mengetahui satu sepeda motor tanpa plat yang sering berhenti tengah malam di depan rumahnya.

“Kita tengok dari celah-celah rumah itu, sepeda motornya berhenti di depan rumah kita. Kita senter plat sepeda motornya enggak ada. Berartikan memang sengajakan, platnya enggak ada bahkan sepeda motornya pun bodi-bodinya semua sudah dibuka, cuma rangka,” tutur Eron yang akhirnya meninggalkan kampung halaman dan menutup usaha miliknya.

“Saya punya usaha fotocopy, karena sudah tidak nyaman akhirnya saya tutup dan istri juga saya titipkan di kampung halaman. Dan kini saya bawa ke Medan,” katanya.

Sebelumnya, perkara ini sudah pernah ditanyakan kepada penyidik Polres Samosir, namun belum memberikan keterangan kenapa hingga kini dua pelaku lagi belum ditangkap.

“Kalau dihubungi penyidiknya, enggak pernah menjawab, saya telpon berhari-hari enggak pernah diangkat,” katanya.

Dwi Ngai Sinaga selaku kuasa hukum almarhum Rianto Simbolon mengatakan bahwa pasca mendapatkan teror tersebut pihaknya langsung membentuk tim ke Samosir.

“Dari sejak awal kejadian kita dari LBH PPTSB Se-Dunia langsung mengawal proses hukum kasus ini. Dan setelah ditangkapnya para pelaku akhirnya kita kembali ke Medan, tapi karena pelapor mendapatkan teror akhirnya kita membentuk tim secara khusus berangkat ke Samosir serta membawa pelapor ke Medan dan ditempatkan ditempat yang aman hingga akhirnya kita melaporkan hal ini ke Poldasu,” kata Dwi yang saat telah menunjukkan sejumlah advokat selain dari PPTSB juga dari Dwi Ngai Sinaga & Patner mendampingi seluruh keluarga almarhum.

Direktur LBH Ikatan Pemuda Karya (IPK) Sumut ini melaporkan hal ini karena tidak adanya LPSK di Sumut.
Namun , dibalik peristiwa tersebut secara tegas Dwi berharap agar Kapoldasu turut andil memantau proses hukum yang sedang ditangani oleh Polres Samosir.

Dwi juga berharap agar seluruh stakeholder pemerintah terutama pemerintah pusat beserta jajarannya agar bisa membantu 7 anak almarhum yang sudah yatim piatu.

“Sebagai mana amanat undang-undang termasuk Undang-undang anak, kami berharap agar pemerintah bisa bertanggungjawab kepada 7 anak almarhum yang sudah yatim piatu. Karena hingga saat ini anak-anak almarhum masih berada di kampung halaman, tapi tidak ada yang bisa memberikan bimbingan apa pun. Hanya masyarakat sekitar saja yang peduli, disinilah kami harapkan adanya kehadiran negara sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab,” tutup Dwi. (ril)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *