Jokowi Kesal Data Bansos Amburadul

Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo.

SNT, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kesal lantaran akurasi data kelolaan pemerintah masih sangat buruk. Salah satu yang disebutkannya adalah tidak akuratnya data bansos.

Presiden Jokowi menilai data bansos banyak yang tumpang tindih. Menurutnya, akurasi data yang buruk ini dapat membuat penyaluran bantuan dari pemerintah ke masyarakat jadi lambat dan tidak tepat.

Bacaan Lainnya

“Perihal akurasi data, ini masih jadi persoalan sampai hari ini, dampaknya ini ke mana-mana. Contohnya, data bansos nggak akurat, tumpang tindih. Penyalurannya jadi nggak cepat, lambat, dan nggak tepat sasaran. Begitu juga data penyaluran bantuan pemerintah lainnya,” demikian kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2021, Kamis (27/5/2021).

Disampaikan, bukan cuma data bansos, Jokowi juga menyinggung seringnya data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Untuk itu dia meminta masalah yang tidak kunjung selesai ini bisa diselesaikan.

Jokowi pun berpesan kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membantu mengawal peningkatan kualitas data yang dikawal pemerintah. Dengan begitu keandalan data dapat dicapai dan memudahkan semua program pemerintah.

“BPKP ini harus membantu mengawal peningkatan kualitas data yang dikelola pemerintah, kawal integrasi dan sinkronisasi basis data antar program untuk meningkatkan keandalan data,” tegasnya.

Jokowi pun meminta kementerian dan lembaga, baik yang di pusat maupun daerah untuk menindaklanjuti apabila mendapatkan rekomendasi dari BPKP. Masalah harus dituntaskan jangan sampai terulang setiap tahun.

“Semua rekomendasi harus ditindaklanjuti, jangan berhenti di rekomendasi saja, tuntaskan sampai akar masalah, sehingga nggak jadi masalah sama di tahun berikutnya. Sudah tahu salah diulang-ulang terus tiap tahun,” sambung Jokowi.

Soal data bansos sendiri memang menjadi masalah yang sangat besar saat ini. Bahkan, Menteri Sosial Tri Rismaharini sebelumnya sudah buka-bukaan mengenai ruwetnya data bansos.

Hal ini berdasarkan laporan sejumlah instansi, dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2020.

“Pertama kali permasalahannya adalah saat kami mendapatkan hasil temuan BPK, BPKP dan KPK. Jadi permasalahan awal adalah di sini,” kata Risma dalam rapat kerja dengan Komisi VIII, Senin (24/5/2021).

Dia memaparkan, temuan BPKP tahun 2020 terdapat 3.877.965 data NIK keluarga penerima manfaat (KPM) penerima bansos tidak valid. Kemudian, sebanyak 41.985 duplikasi data KPM dengan nama dan NIK yang sama.

Tidak hanya itu, terdapat penerima manfaat (PM) bansos yang tidak layak/tidak miskin/tidak mampu/tidak rentan sebanyak 3.060 KPM di Jabodetabek. “Terdapat KPM telah pindah, meninggal tanpa ahli waris, tidak dikenal, tidak ditemukan sebanyak 6.921 KPM,” kata Risma.

Dalam laporan BPK, papar Risma, terdapat data NIK tidak valid sebanyak 10.922.479 anggota rumah tangga (ART). Nomor KK tidak valid sebanyak 16.373.682 ART. Lalu, nama kosong sebanyak 5.702 ART, serta NIK ganda sebanyak 86.465 ART pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penetapan Januari 2020.

“Bantuan sosial tunai senilai Rp 500 ribu untuk KPM sembako non PKH disalurkan 14.475 KPM yang memiliki NIK ganda, dan 239.154 KPM yang memiliki NIK tidak valid,” tutur Risma.

Selanjutnya, permasalahan data juga ditemukan KPK. KPK mendapat temuan sebanyak 16.796.924 data tidak padan Dukcapil. Kemudian, pemuktakhiran DTKS berpotensi inefisien dan tumpang tindih. (dtc/snt)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *